WNI yang Ditahan OKM, Mahasiswa Ini Pertanyakan Egalitarianisme Hukum KBRI Kairo

WNI yang Ditahan OKM, Mahasiswa Ini Pertanyakan Egalitarianisme Hukum KBRI Kairo

FAKTAKOTA, MAKASSAR – Muhammad Alim Nur, Mahasiswa Akidah dan Filsafat Islam Universitas Al-Azhar Kairo menyampaikan isi kepalanya tentang fenomena ironis penahanan tiga Warga Negara Indonesia (WNI) yang berasal dari Sulawesi oleh Otoritas Keamanan Mesir (OKM).

Katanya, tiga WNI yang ditangkap itu merupakan mahasiswa. Ia ditahan tanpa dasar hukum dan prosedural yang jelas.

“Dua minggu lamanya mereka di dalam sel tahanan, tanpa adanya Berita Acara Pemeriksaan (BAP), dan prosedur hukum lainnya, tiba-tiba keluar keputusan deportasi,” ucapnya salam sebuah tulisan panjang, Rabu (13/9).

Melihat kejadian hingga rentetan berita yang beredar, Alim tak dapat menyimpulkan alur yang jelas. Apakah KBRI Kairo selaku pelaksana fungsi perlindungan WNI di Mesir yang melaporkan mereka, atau KBRI Kairo hanya melakukan pendampingan hukum terhadap pelapor.

“Satu hal yang pasti bagi saya, kedua hal itu sama saja. Mereka dilaporkan. Dan entah ada dan/atau bagaimana permainan di bawah meja pelaporan itu, yang jelas hal itu membuat OKM berlaku demikian kepada terlapor,” tuturnya.

Alim menganggap, KBRI Kairo seharusnya berpedoman kepada equality before the law atau egalitarianisme hukum, atau asas di mana setiap orang tunduk pada hukum peradilan yang sama (proses hukum).

“Bukan malah, Dewan Pengurus (DP) Kerukunan Keluarga Sulawesi (KKS) Mesir menyurat untuk meminta pendampingan hukum dan kesehatan, malah tiga WNI yang ditahan,” jelasnya.

Ironisnya, KBRI Kairo menerima hak pendampingan hukum terhadap pelapor, tapi mengesampingkan hak bantuan hukum kepada terlapor.

“Bukankah baik pelapor maupun terlapor, sama-sama merupakan WNI? Lantas mengapa hak perlindungan dan bantuan hukum hanya berlaku bagi salah satu pihak saja? Hal ini sudah tidak sesuai dengan pasal 7 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia,” bebernya.

Tidak hanya itu, dalam konstitusi Indonesia pun dengan tegas memberikan jaminan adanya persamaan kedudukan. Hal tersebut dijelaskan dalam Pasal 27 ayat (1), ”Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya”.

“Saya kira, dalam berbicara masalah Undang-Undang dan Konstitusi Negara, diplomat negara seharusnya lebih paham dari saya yang tidak memiliki kapabilitas dalam hal tersebut, itu pun jika mereka masih bekerja atas nama hukum dan negara,” terangnya.

Untuk itu, lanjut Alim, terlepas dari semua uraian yang disampaikannya, ia hanya memikirkan kondisi 3 mahasiswa yang ditahan tersebut.

“Saya tidak bisa membayangkan perasaan tiga orang teman saya yang ‘dipaksa’ mendekam dalam penjara tanpa adanya kejelasan hukum, apalagi di antara mereka ada yang mengaku tidak terlibat langsung dalam kasus yang menjerat mereka ke dalam lingkaran permainan tersebut. Kalau saya jadi mereka, mungkin saya akan berteriak sekencang-kencangnya, ke mana lagi harus kucari egalitarianisme hukum, jika tidak lagi terdapat di KBRI Kairo?,” kata Alim.

Penulis : Angga
Berita Terkait
Baca Juga