Arogan dan Beroperasi Tanpa Izin, Warga Tuntut Pemerintah Tutup Sekolah Kutta Alfatih
FAKTAKOTA, MAKASSAR– Setelah hampir dua tahun beroperasi tanpa izin dan meresahkan warga, aktivitas sekolah Kutta Alfatih akhirnya diprotes warga. Warga pun ramai-ramai mendatangi Kantor Kelurahan Mangasa, Kecamatan Tamalate, sembari membentangkan spanduk agar sekolah ini ditutup, Kamis (16/9/2022).
Puncaknya, pada hari Selasa (14/9), saat Dr. Yuspiani istri WR II UIN Alauddin Prof Wahyuddin Naro mendatangi sekolah yang tepat berada disamping rumahnya itu untuk memberi masukan agar pengelolah, atau pun pengurus dan para orang tua siswa tidak berlaku arogan dan menghargai hak-hak warga setempat.
Namun nahas, Yuspiani malah dituding sebagai pihak yang bersalah lalu dikeroyok 7 orang, didorong hingga terjatuh. Bahkan anaknya yang turut menemani di TKP ikut diintimidasi. Mendengar kejadian tersebut, Wahyuddin Naro langsung keluar dari dalam rumahnya dan melabrak pelaku penganiaya keluarganya.
Buntutnya, seorang pria bernama Libra Pria Sembada (40) melaporkan Wahyuddin, ke Polrestabes Makassar atas dugaan penganiayaan.
Hal ini terungkap saat Pemerintah Kelurahan Mangasa, Kecamatan Tamalate, Kota Makassar memediasi antar Wahyuddin Naro dan sejumlah pengurus Sekolah Kutta Al-Fatih serta warga setempat, Kamis, 15 September 2022. Dihadiri Babinsa dan Pemerintah Kecamatan Tamalate.
Istri Wahyuddin Naro, Yuspiani menceritakan kronologi pendirian sekolah Kutta Al-Fatih yang sudah lebih 1 tahun beroperasi pas disamping rumahnya yang ternyata sampai hari ini belum memiliki izin operasional.
“Sudah lebih satu tahun kami bersabar pak camat, sangat bersabar menghadapi kesemrawutan kendaraan sejak sekolah ini ada, kami menunggu pemerintah yang menertibkan tapi ternyata sampai sekarang tidak ada solusinya”, kata Yuspiani, mantan Kepala Bidang Pendidikan Agama Islam Kanwil Kementerian Agama Sulsel ini.
Menurutnya setiap pagi warga bersitegang dengan pengantar anak sekolah itu yang 99% muridnya berdomisili jauh dari Jl. Sultan Alauddin, lanjut Yuspiani di hadapan perwakilan camat, lurah, bimmas, serta warga Jl. Sultan Alauddin, serta Pengurus Kutta Al-Fatih.
Kemarin pagi (hari selasa) kejadian itu terulang lagi, ketika Yuspiani harus antri di depan rumah untuk keluar karena kendaraan pengantar siswa hampir semua terburu-buru. Ia pun harus menahan untuk akses mobil keluar dari garasi, tapi di klakson bertubi2, “saya bilang sabar karena saya juga harus presensi pagi-pagi,” ungkap Yuspiani.
Setelah dikonfirmasi kejadian ini ke pengelola sekolah Kutta Al-Fatih, Yuspiani malah mendapat jawaban yang tidak mengenakkan.
“Saya disalahkan karena naik mobil di depan rumah sendiri, saya disuruh banyak istitghfar.,
Saya dibilangin, Istighfar ibu, perbaiki salatnya ibu,” ucap Wakil Ketua Pengurus Wilayah Dewan Masjid Indonesia (DMI) Sulsel itu menirukan perkataan pengurus sekolah Kutta Al-Fatih.
Yuspiani bermaksud sangat baik hanya akan menyampaikan supaya para pengantar siswa itu tertib dan menghargai warga. Akan tetapi kemudian seorang berpakaian dinas Pemrov Sulsel Rusidi Muhammad datang dan memperkenalkan diri sebagai Penyidik ASN.
“Saya langsung emosi pak Camat, saya jawab kalau kamu penyidik lalu mau apa? Akhirnya berkerumun 6-7 orang tua siswa, anak saya turun dari mobil dan meminta saya pulang ke rumah, nanti saya yang selesaikan kata anak saya, Rusidi Muhammad si penyidik ASN itu lalu berteriak menyelesaikan apa? anak saya emosi dan terjadi adu mulut, tiba-tiba ada orang dari belakang mendorong saya sampai terjatuh, ketika saya terbangun tangan anak saya sudah dipegang orang berkacamata dan yang lainnya memukul anak saya,” terangnya.
“Saya berteriak sampai supir di rumah datang menolong,” ungkap mantan Kepala Biro AAKK UIN Alauddin Makassar saat di mediasi.
Dalam forum mediasi itu, warga setempat meminta sekolah Kutta Al-Fatih ditutup dengan alasan belum mengantongi izin membangun sekolah. Begitu juga disampaikan oleh pihak kelurahan dan kecamatan.
“Saya meminta pihak sekolah, untuk sementara tidak melaksanakan proses pembelajaran sebelum ada pembaharuan izin membangun sekolah. Karena izin yang ada ini, bukan membangun sekolah, tapi izin membangun rumah tinggal,” jelas Babinsa Kelurahan Mangasa Alim Bakhri.
Sekedar tambahan informasi, sekolah ini juga kerap menggelar pengkajian hingga tengah malam, bermalam dan berkemah di lokasi, berteriak-teriak menggunakan megapon di malam hari saat jam istirahat, dan juga kendaraan orang tua siswa yang sering parkir sembarangan sehingga menutup akses warga satu-satunya di kompleks Alauddin V tersebut. (*)