Wapres Ma’ruf Amin Tak Ikut Vaksinasi Covid-19 Tahap Awal
Wapres Ma’ruf Amin Tak Ikut Vaksinasi Covid-19 Tahap AwalJakarta, CNN Indonesia —
Wakil Presiden Ma’ruf Amin tidak akan ikut disuntik vaksin virus corona (SARS-CoV-2) tahap pertama buatan perusahaan asal China Sinovac Biotech sebagaimana pejabat lain.
Sebelumnya Presiden Joko Widodo dan sejumlah menteri Kabinet Indonesia Maju disebut bakal disuntik vaksin Covid-19 pada 13 Januari 2021. Juru Bicara Wapres, Masduki menjelaskan Ma’ruf tak masuk golongan itu karena usianya yang sudah lanjut.
“Karena Pak Wapres berusia di atas 60 tahun, jadi beliau tidak memungkinkan untuk divaksin dengan vaksin yang ada sekarang, yang Sinovac itu,” terang Masduki dikutip dari Antara, Selasa (5/1).
Menurut Masduki, Wapres Ma’ruf hanya akan menerima vaksin yang sesuai dengan kriteria usia dan kondisi kesehatannya.
“Mungkin nanti di tahap berikutnya, kalau ada vaksin yang sesuai dengan kriteria kondisi Pak Wapres,” sambung Masduki.
Vaksin Covid-19 yang tersedia di Indonesia saat ini adalah buatan Sinovac. Tim riset tengah merampungkan uji klinis untuk mendapatkan izin penggunaan darurat atau Emergency Use Authorization (UEA) dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) juga menunggu fatwa halal Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Berdasarkan rekomendasi dari Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI), penerima vaksin Covid-19 harus berada di rentang usia 18 hingga 59 tahun.
Selain itu, penerima vaksin tidak boleh menderita penyakit penyerta atau komorbid antara lain autoimun sistemik, infeksi akut, gangguan ginjal kronis, hipertensi, gangguan jantung koroner, hipotiroid, dan kanker.
Adapun vaksin Covid-19 buatan Sinovac telah tiba di Indonesia sebanyak 3 juta dosis. Pengirimannya terbagi dalam dua tahap, yakni 1,2 juta dosis pada 6 Desember 2020 dan 1,8 juta dosis pada 31 Desember 2020.
Hingga kini, vaksin Sinovac telah didistribusikan dan tiba di Banten (14.560 dosis), Jawa Tengah (62.560 dosis), Jambi (20.000 dosis), Sumatera Barat (36.920 dosis), Sumatera Selatan (30.000 dosis), Bengkulu (20.280 dosis), Kalimantan Utara (10.680 dosis), Sulawesi Barat (5.960 dosis), dan Papua (14.680 dosis).
|